Beranda | Artikel
Bolehkah Wakil Penjual Membeli untuk Dirinya Sendiri?
Senin, 19 Juli 2021

Mari kita tinjau sebuah masalah berikut. Jika Ahmad mewakilkan penjualan barang miliknya kepada Hasan, maka apakah boleh bagi Hasan untuk membeli barang tersebut untuk dirinya sendiri, padahal di saat yang sama dia juga bertindak sebagai wakil dari penjual, yaitu Ahmad?

Jumhur ulama’ dari kalangan mazhab yang empat berpendapat bahwa tidak boleh bagi wakil untuk menjual barang tersebut kepada dirinya sendiri.

[Lihat misalnya: al-Mabsuth karya as-Sarakhsiy (13/124), Mawahibul-Jalil karya al-Haththab (7/190), Tuhfatul-Muhtaj karya al-Haitsamiy (5/318), Kasysyaful-Qina’ karya al-Buhutiy (8/434), dll.]

Dalil yang digunakan adalah sebagai berikut:

Pertama, secara ‘urf, jual-beli itu terjadi antara dua belah pihak, yaitu pihak penjual dan pembeli. Sehingga jika Ahmad mewakilkan penjualan barang miliknya kepada Hasan, maka yang dipahami secara ‘urf adalah Hasan hendaknya menjual barang tersebut kepada orang lain, bukan kepada dirinya sendiri.

Kedua, karena hukum asalnya adalah tidak mungkin dua tujuan bisa bersatu dalam satu orang, yaitu tujuan istirkhash dari pihak pembeli (berusaha agar harga barang lebih murah), dan tujuan istiqsha’ dari pihak penjual (berusaha agar harga barang lebih mahal). Yakni, tidak mungkin bersatu antara pihak yang melakukan ijab dan pihak yang melakukan qabul.

Ketiga, agar tidak ada tuduhan kepada wakil dari penjual karena dia telah membeli barang tersebut untuk dirinya sendiri.

[Lihat misalnya: al-Mughniy karya Ibnu Qudamah (7: 229), Syarh Muntahal-Iradat karya al-Buhutiy (3: 521), Kasysyaful-Qina’ karya al-Buhutiy (8: 434), Tuhfatul-Muhtaj karya al-Haitamiy (5: 318), Mughnil-Muhtaj karya asy-Syirbiniy (2: 291), Nihayatul-Muhtaj karya ar-Ramliy (5: 35), Raddul-Muhtar karya Ibnu ‘Abidin (8: 257), al-Fatawa al-Hindiyyah (3: 589), dll.]

Penting untuk dicatat bahwa poin ketiga di atas tidak disepakati sebagai dalil oleh seluruh jumhur ulama’ tersebut. Misalnya, mazhab Hanbaliy menjadikannya sebagai dalil, bahkan tampaknya inilah dalil terkuat mereka dalam masalah ini, wallahu a’lam. Sementara mazhab Syafi’iy tidak menganggapnya sebagai dalil, walaupun Ibnur-Rif’ah, al-Mahalliy, Ibnu Qadhiy Syuhbah rahimahumullah, dan lainnya berdalil dengan pendalilan ini.

[Lihat misalnya: Kifayatun-Nabih karya Ibnur-Rif’ah (10: 233), Kanzur-Raghibin karya Jalalud-Din al-Mahalliy (1: 734), Bidayatul-Muhtaj karya Ibnu Qadhiy Syuhbah (2: 255), dll.]

Perbedaan dalam pendalilan di antara mazhab Syafi’iy dan Hanbaliy ini, walaupun menghasilkan pendapat yang sama dalam masalah di atas, akan memberikan pengaruh dalam masalah-masalah yang lain.

Misalnya, mari kita tinjau masalah kedua berikut. Jika Ahmad mewakilkan penjualan barang miliknya kepada Hasan dan membolehkannya untuk membeli barang itu untuk dirinya sendiri, maka apakah sekarang boleh bagi Hasan untuk membeli barang tersebut?

Menurut mazhab Syafi’iy, hukumnya tetap tidak boleh, karena pendalilan mereka dalam kasus ini tetap berlaku, yaitu tidak mungkin adanya dua tujuan yaitu istirkhash dan istiqsha’ dalam satu orang yaitu Hasan, walaupun telah ada izin dari Ahmad, dan walaupun Ahmad telah menetapkan harga jual dari barang tersebut.

Akan tetapi, menurut mazhab Hanbaliy, karena Ahmad mengizinkan Hasan untuk membeli barang tersebut untuk dirinya sendiri sehingga tidak ada lagi kekhawatiran terhadap adanya tuduhan pada Hasan dalam kasus ini, maka hukumnya adalah boleh, apalagi jika Ahmad telah menetapkan harga jual dari barang tersebut. Dan inilah pendapat yang kami pilih, mengingat kuatnya argumentasi yang dikemukakan untuk menopang pendapatnya, wallahu a’lam.

Baca Juga:

***

Penulis: Dr. Andy Octavian Latief, M.Sc.


Artikel asli: https://muslim.or.id/67461-bolehkah-wakil-penjual-membeli-untuk-dirinya-sendiri.html